Perlunya Hukum Dalam Transaksi E-commerce
Abdul Halim Barkiatullah, dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin menilai perlu segera diatur hukum dalam transaksi e-commerce. Apalagi, katanya, mencermati kian tingginya pengguna internet di Indonesia ditambah peningkatan volume transaksi yang semakin pesat melalui media.
Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Yakni antara lain, berkaitan keamanan transaksi, mulai dari ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidak-tepatan waktu pengiriman dan ketidak-amanan transaksi.
"Pengaturan hukum dalam transaksi e-commerce perlu segera diatur guna menjamin hak dan kewajiban konsumen agar diakui secara nasional dan internasional," tegasnya yang hadir sebagai narasumber dalam Focussed Grup Discussion (FGD) tentang e-commerce, di kantor Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta. Selain itu, ini juga bertujuan menjaga keseimbangan kepentingan dan menjamin kepastian hukum penyelesaian sengketa atau konflik dalam transaksi di dunia maya.
Karena itu ia mendorong pengaturan Perlindungan konsumen e-commerce dalam revisi UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) segera dilakukan. Menurutnya peraturan ini, bisa menanggulangi atau meminimalisir berbagai permasalahan hukum dalam semua fase transaksi. Baik itu pra-transaksi, pada saat transaksi dan pasca transaksi itu sendiri.
Untuk itu, ia mengusulkan agar BPKN memberikan rekomendasi terhadap Kementerian Perdagangan membentuk lembaga yang diberi wewenang memperjuangkan hak-hak konsumen transaksi e-commerce dalam hal keamanan dan keselamatan. Dengan demikian, lembaga ini menjadi "telinga" mendengar semua keluhan konsumen dalam transaksi, memberikan informasi transaksi yang aman.
Selain untuk memberikan pendidikan dan informasi yang memadai, pemberian sertifikat (CA), memberi lambang kepercayaan pada suatu website yang menyatakan bahwa website itu aman. Begitu juga dengan membuat peringkat website yang memberikan keamanan dan keabsahan hukum dalam tahapan transaksi, dan melakukan penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi online.
Lebih lanjut, dosen Universitas Lambung Amangkurat ini berpendapat, permasalahan hukum yang dihadapi konsumen dalam transaksi e-commerce meliputi, keabsahan kontrak e-commerce dan tanda tangan digital, kontrak baku yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha,perbedaan yuridiksi dalam transaksi e-commerce lintas negara.
Kemudian, penyelesaian sengketa ditentukan oleh hukum negara pelaku usaha, kelemahan teori hukum perdagangan Internasional (HPI) dalam pemilihan hukum dan forum, dan pelaksanaan putusan pengadilan asing.
Baca Juga: Fortuner SUV Terbaik By: Kanghari
Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Yakni antara lain, berkaitan keamanan transaksi, mulai dari ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidak-tepatan waktu pengiriman dan ketidak-amanan transaksi.
"Pengaturan hukum dalam transaksi e-commerce perlu segera diatur guna menjamin hak dan kewajiban konsumen agar diakui secara nasional dan internasional," tegasnya yang hadir sebagai narasumber dalam Focussed Grup Discussion (FGD) tentang e-commerce, di kantor Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta. Selain itu, ini juga bertujuan menjaga keseimbangan kepentingan dan menjamin kepastian hukum penyelesaian sengketa atau konflik dalam transaksi di dunia maya.
Karena itu ia mendorong pengaturan Perlindungan konsumen e-commerce dalam revisi UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) segera dilakukan. Menurutnya peraturan ini, bisa menanggulangi atau meminimalisir berbagai permasalahan hukum dalam semua fase transaksi. Baik itu pra-transaksi, pada saat transaksi dan pasca transaksi itu sendiri.
Untuk itu, ia mengusulkan agar BPKN memberikan rekomendasi terhadap Kementerian Perdagangan membentuk lembaga yang diberi wewenang memperjuangkan hak-hak konsumen transaksi e-commerce dalam hal keamanan dan keselamatan. Dengan demikian, lembaga ini menjadi "telinga" mendengar semua keluhan konsumen dalam transaksi, memberikan informasi transaksi yang aman.
Selain untuk memberikan pendidikan dan informasi yang memadai, pemberian sertifikat (CA), memberi lambang kepercayaan pada suatu website yang menyatakan bahwa website itu aman. Begitu juga dengan membuat peringkat website yang memberikan keamanan dan keabsahan hukum dalam tahapan transaksi, dan melakukan penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi online.
Lebih lanjut, dosen Universitas Lambung Amangkurat ini berpendapat, permasalahan hukum yang dihadapi konsumen dalam transaksi e-commerce meliputi, keabsahan kontrak e-commerce dan tanda tangan digital, kontrak baku yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha,perbedaan yuridiksi dalam transaksi e-commerce lintas negara.
Kemudian, penyelesaian sengketa ditentukan oleh hukum negara pelaku usaha, kelemahan teori hukum perdagangan Internasional (HPI) dalam pemilihan hukum dan forum, dan pelaksanaan putusan pengadilan asing.
Baca Juga: Fortuner SUV Terbaik By: Kanghari